Keluarga Pilu, 3 Bersaudara Aremania Masih SMA Nonton Bareng, Nahas Semua Meninggal di Kanjuruhan

Bengkulu Post | Jatim_Nasib nahas dialami oleh tiga bersaudara yang nonton bareng laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu 1 Oktober 2022.

Ketiga bersaudara sesama Aremania itu menjadi korban meninggal tragedi Kanjuruhan.

Mereka ialah Mohammad Haikal Maulana (18) siswa SMKN 2 Tulungagung, warga Desa Sumberdadi, Kecamatan Sumbergempol.

Lalu dua saudaranya yang meninggal bersamaan diketahui bernama Astrid, siswi kelas 2 SMA di Malang dan satunya asal dan Muhammad Irsyad Aljuned (18) , siswa kelas 3 SMKN Kudu, Jombang.

Ayah Irsyad, M.Arif Junaedi menceritakan, anaknya Irsyad ikut bergabung dalam fans Aremania Megaluh Jombang dan seringkali menonton laga Arema FC di Kanjuruhan.

Korban sebelumnya berangkat bersama adik kandungnya bernama M. Yaziid Novel Al Bastommy (15).

Mereka mengendarai motor Vario dari Jombang menuju Malang, pada Sabtu pagi sekitar pukul 07.30 WIB.

Setibanya di Malang, Irsyad bersama dua saudaranya sebaya yakni satu pria dan satu wanita menuju ke Stadion Kanjuruhan.

Sementara sang adik tak jadi masuk stadion karena tak mendapatkan tiket.

Nahas ketiga korban yang merupakan satu kerabat ini meninggal akibat kekurangan oksigen sesak napas karena gas airmata, desakkan-desakan hingga terinjak-injak saat hendak keluar stadion.

“Ya masih satu keluarga yang meninggal, kakaknya dari Tulungagung namanya Haikal kelas 1 SMA dan di Malang Astrid kelas 2 SMA, kalau Irsyad kelas 3 SMA,” ucap Arif.

Kondisi korban mengalami luka lebam di bagian kaki, dada bahkan wajahnya membiru seperti gosong.

“Kondisinya luka di kaki, memar di dada dan wajahnya seperti gosong,membiru karena terkena gas airmata, ya ketiganya meninggal yang satu cewek lebam di dada dan pipi kiri,” bebernya.

Arif sempat mendapat firasat buruk sebelumnya sebelum anaknya pamit untuk menonton pertandingan bola di Stadion Kanjuruhan.

Pihak keluarga sempat melarang Irsyad berangkat Magrib untuk menonton laga Derby Arema FC vs Persebaya Surabaya.

“Firasat ada daun hijau menempel di baju malam itu saya posisinya kerja di Ngunut Kabupaten Tulungagung tidak lama saya dapat kabar ini,” pungkasnya.

Aremania pelajar, korban tragedi Kanjuruhan asal Jombang, Muhammad Irsyad Aljuned (18) dimakamkan di tempat pemakaman umum Dusun Mernung Lor, Desa Sumbernongko, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang, Minggu (2/10/2022).

Irsyad, pelajar SMKN Kudu ini adalah salah satu korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan usai laga pertandingan Arema FC VS Persebaya Surabaya yang merenggut ratusan korban jiwa.

Kesedihan mendalam dirasakan keluarga saat pemakaman korban tragedi Kanjuruhan.

M.Arif Junaedi, ayah korban tak kuasa membendung kesediahannya saat melihat jenazah anak pertamanya itu secara berlahan diturunkan ke liang lahat.

Tak hanya dia, Kesi Ernawati ibu korban tampak meneteskan air mata meratapi kepergian anaknya secara tragis tersebut.

Ia terlihat menangis tersedu-sedu di atas pusara anaknya dalam kondisi guyuran hujan sore itu.

Arif mengaku masih tak percaya anaknya meninggal dalam musibah di Kanjuruhan.

Saat kejadian itu, dia sedang bekerja di Tulungagung mendapat kabar Irsyad belum pulang dari menonton pertandingan bola di Kanjuruhan.

“Saya posisinya kerja di Tulungagung ditelepon ada musibah di Kanjuruhan saat itu (Korban, Red) belum ketemu itu sekitar pukul 03.00 WIB,” ujarnya saat ditemui di rumah duka, Minggu (2/10/2022).

Menurut dia, pihak keluarga dibantu relawan mahasiswa berupaya mencari hingga akhirnya mendapati korban ditemukan di Rumah Sakit Wava Husada, Kabupaten Malang.

“Kondisinya kritis dan meninggal di rumah sakit Wava Husada, Kepanjen karena meluber banyak korbannya sehingga tidak terkontrol,” ungkapnya.

Striker Arema FC Abel Camara mengungkap kesaksiannya terkait tragedi Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) lalu. 

Abel Camara begitu terpukul ketika melihat secara langsung tragedi Arema tersebut membuat dirinya sangat terpukul.

Ia melihat suporter Singo Edan berjatuhan, bahkan meninggal di hadapannya.

Abel Camara secara langsung melihat darah, sepatu hingga pakaian berceceran saat tragedi Arema itu berlangsung. 

Abel Camara menceritakan bagaimana kengerian yang dialaminya saat kericuhan yang memakan lebih dari 125 korban jiwa meninggal dunia itu.

Penyerang asal Guinea-Bissau itu mengatakan, panasnya tensi pertandingan antara Arema vs Persebaya memang sudah terasa bahkan sepekan sebelum pertandingan.

Bahkan, pemain yang baru di musim ini bermain di Indonesia itu menjelaskan, bagi suporter pertandingan tersebut layaknya urusan hidup dan mati.

“Ini pertandingan derbi klasik dan sepekan sebelumnya ketegangannya sudah terasa, bahwa pertandingan ini bukan sekadar mencari tiga angka,” ucap Abel dikutip dari media Portugal, Maisfutebol, Minggu (2/10/2022).

“Bagi mereka (suporter), pertandingan ini semacam urusan hidup dan mati bagi mereka. Kami boleh kalah dari tim mana saja, kecuali yang ini,” tambahnya.

Dan benar saja, Arema FC yang bermain di kandang harus keok dari Persebaya dengan skor 2-3.

Para pemain Singo Edan yang tahu pendukung pasti kecewa dengan hasil ini lalu menghampiri tribun penonton untuk meminta maaf.

Namun keadaan justru mulai ricuh saat suporter mulai menyerbu ke lapangan dan pemain pun harus diamankan menuju ruang ganti.

Saat di ruang ganti inilah, Abel menceritakan mulai mendengar suara tembakan gas air mata dan melihat banyak suporter berdesakan.

Dia juga mengatakan ada tujuh hingga delapan suporter yang meninggal di hadapannya.

“Pertandingan berlangsung tegang. Ketika kami kalah, kami meminta maaf kepada suporter. Mereka mulai memanjat pagar pembatas, kami segera menuju ruang ganti,” tuturnya.

“Kemudian kami mendengar suara tembakan dan orang-orang yang berdesakan. Di ruang ganti ada beberapa orang yang terkapar akibat terkena gas air mata. Mereka meninggal di hadapan kami. Ada sekitar tujuh hingga delapan orang yang meninggal,” ungkap Abel.

Akibat kericuhan itu, para pemain Arema harus tertahan di Stadion Kanjuruhan selama empat jam sebelum bisa keluar area.

Namun kengerian tak sampai di situ. Saat keluar dari stadion, pemain berusia 32 tahun itu melihat sisa-sisa kericuhan seperti darah dan pakaian yang berceceran hingga bus serta mobil polisi yang terbakar.

“Kami bertahan di ruang ganti sekitar tiga hingga empat jam sebelum petugas mengusir orang-orang keluar.”

“Ketika kami pergi dan situasi sudah lumayan mereda, kami melihat darah, sepatu, pakaian berceceran di stadion. Ada juga bus dan mobil polisi yang terbakar,” ujarnya. 

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *