Atal S Depari: Anggota PWI Dilarang Ikut UKW di Lembaga Abal-abal, Mereka Tidak Paham Kode Etik

Bengkulu Post | Jakarta – Guna menertibkan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bagi anggotanya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melarang sekitar 20.000 anggotanya mengikuti UKW yang pelaksanaannya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Selanjutnya, PWI secara tegas menyatakan, satu-satunya lembaga yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengaturan dan penyelenggaraan UKW adalah Dewan Pers. Lembaga Uji (LU) yang bisa menguji kompetensi wartawan sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah LU yang telah tersertifikasi oleh Dewan Pers.

Penegasan Ketua Umum PWI Pusat Ketua Umum PWI Pusat Atal Sembiring Depari disampaikan dengan didampingi Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi, Wakil Sekjen PWI Pusat Suprapto Sastro Atmojo, dan PWI Pusat Agus Sudibyo, di Gedung PWI Pusat, Jakarta, Jumat (26/8/2022) .

“Anggota PWI itu banyak, lebih 20.000 orang. Kami bertanggung jawab dan mengingatkan mereka agar tergoda uji kompetensi yang diselenggarakan organisasi yang tidak jelas dan tidak paham kode etik,” tegas Ketua Umum PWI Pusat menyikapi adanya sejumlah lembaga atau organisasi yang menyelenggarakan UKW namun tidak sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999.

Atal juga mengingatkan anggota PWI di seluruh Indonesia agar tidak terjebak dalam bujuk rayu dan tipu muslihat dari lembaga lain seolah-olah memiliki legitimasi menyelenggarakan UKW, padahal mereka tidak mengerti kerja jurnalistik yang benar-benar memahami UU Pers.

Lembaga uji yang bisa menggelar UKW adalah lembaga uji yang tersertifikasi oleh Dewan Pers. Ketentuan tersebut telah diatur melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 tentang Standar Kompetensi Wartawan.

Peraturan DP ini sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Palembang tahun 2010 serta hasil kesepakatan para konstituen Dewan Pers, baik organisasi perusahaan maupun organisasi profesi wartawan, termasuk di dalamnya adalah PWI.

Deklarasi Palembang antara lain berisi tentang perlunya pengungkit perusahaan pers dan Standar Kompetensi Wartawan (SKW).

Verifikasi perusahaan pers maupun SKW sesuai amanat Pasal 15 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengatur tentang tujuan, fungsi, dan tata cara pemilihan anggota Dewan Pers.

Guna mengetahui apakah wartawan kompeten atau belum, maka dilakukan UKW yang diselenggarakan oleh lembaga uji yang telah tersertifikasi Dewan Pers.

PWI menegaskan bahwa hanya UKW yang mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 1999 lah yang sah dan UKW lainnya adalah bertentangan dengan UU Pers. Karena itu, PWI melarang anggotanya mengikuti UKW yang sesat dan melanggar UU Pers,” kata Atal.

Menurutnya, UKW yang dilakukan lembaga yang tidak tersertifikasi Dewan Pers, menguji kompetensi wartawan. Uji kompetensi harus menguji aspek pengetahun (knowledge), aspek keterampilan (skill), dan aspek kesadaran (awareness) yang berkaitan dengan pemahaman terhadap UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan peraturan terkait lainnya.

“Mereka melakukan uji kompetensi, tetapi tidak memahami kode etik dan bahkan tidak ada satu pun mata uji yang berkaitan dengan kode etik. Padahal dalam UU Pers jelas disebutkan, wajib mematuhi kode etik. Ayat (2) Pasal 7 UU Nomor 40 Tahun 1999 berbunyi: “Wartawan memiliki dan diawali Kode Etik Jurnalistik,” tutup Mirza Zulhadi. (NS).

Sumber : indonesiainteraktif.com
Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *